SUDUTNEWS | Ketua DPR Ade Komarudin mengakui, memerintahkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Winantuningtyastiti Swasanani untuk melarang demonstran menginap di DPR, Senayan, Jakarta, pada akhir pekan kemarin.
Perintah Ade Komarudin kepada Sekjen DPR itu atas saran dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Wakapolri Komjen Syafruddin terkait massa dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).
Pria yang akrab disapa Akom ini mengatakan, Kompleks Parlemen merupakan fasilitas negara dan tempat bekerja para wakil rakyat. "Kita harus sesuai fungsi, ini bukan rumah untuk penginapan," kata Akom di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/11/2016).
Dirinya pun tidak mempersoalkan keputusannya bertentangan dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah. "Saya bicara untuk kepentingan negara," tutur politikus Partai Golkar ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, aparat kepolisian beralasan bahwa para demonstran diberi izin melakukan aksi hingga pukul 18.00 WIB, Jumat 4 November 2016. "Saya pesankan kepada Ibu Sekjen seperti itu, kalau ada apapun, aspirasi silakan koordinasi dengan Kapolda," ungkapnya.
Dirinya menambahkan, Indonesia adalah negara hukum. Sehingga, penggunaan Kompleks Parlemen harus sesuai dengan fungsinya. "Ini pakai duit rakyat, jangan juga dikotori oleh rakyat. Kita sudah pengalaman dulu, demokrasi itu tidak diidentik dengan ketidakteraturan, dengan kekotoran, dengan kekumuhan," paparnya.
Akom menuturkan, demokrasi itu justru keteraturan dan bersih dan segala hal. "Itu demokrasi dalam artian sesungguhnya, demokrasi bukan inefisiensi, justru dengan demokrasi harus semakin efisien," pungkasnya.
Sekadar diketahui, usai melakukan aksi Bela Islam II di sekitar Depan Istana Kepresidenan, ribuan demonstran menuju Gedung DPR/MPR. Karena tidak diizinkan menginap, mereka duduk dan tidur di depan Gedung DPR/MPR.
Sekitar pukul 04.00 WIB, Sabtu 5 November 2016, mereka pulang ke rumah masing-masing setelah bertemu dengan perwakilan legislator.