SUDUTNEWS | Setiap anggota DPR memiliki kekebalan hukum atau hak imunitas ketika sedang melaksanakan tugasnya sebagai anggota dewan. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menanggapi lontaran Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal rencana menyidik dugaan makar yang dilakukannya bersama koleganya Fadli Zon dari Gerindra yang ikut aksi 4 November lalu.
Secara pribadi Fahri mengingatkan Jenderal Tito agar benar-benar mengacu kepada hukum, tidak bergantung kepada kekuasaan. Fahri juga meminta Tito mengingat bahwa untuk jadi Kapolri, Fahri terlibat mengurusnya.
"Saya hanya mengingatkan kepada Tito untuk tidak berbicara sembarangan. Dia jenderal baru, dan saya juga salah satu yang urus dia untuk menjadi Kapolri. Tolong jaga diri baik-baik. Jangan bergantung pada kekuasaan karena kekuasaan bisa jatuh," kata Fahri.
Menurutnya, harusnya Tito memahami soal detil hukum, khususnya mengenai pembagian kelembagaan demokrasi. Yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang masing-masing memiliki tugas serta kewenangannya. Apabila Pemerintah bertugas menjalankan pemerintahan dengan menggunakan APBN, maka DPR memiliki tugas yang salah satunya mengawasi jalannya pemerintahan.
"DPR memiliki tugas, salah satunya pengawasan. Dan untuk menjalankan semua tugasnya, DPR memiliki hak imunitas dan tidak boleh dipidana dalam menjalankan tugas," kata Fahri Hamzah, Selasa (7/11).
Ditegaskannya, hal itu secara jelas tertuang di UUD 1945. Karena kekhususan itu pula, maka DPR memiliki UU MD3 yang mengatur adanya Majelis Kehormatan Dewan yang bertugas menyidangkan anggota yang dianggap melanggar etika.
Sebelumnya, Fadli Zon dari Fraksi Partai Gerindra juga sudah berkali-kali menekankan bahwa keberadaan mereka di demo 4 November adalah dalam rangka menjalankan tugas pengawasan. Sebagai Koordinator Polkam, Fadli mengatakan dirinya hendak memastikan Kepolisian mengusut tuntas kasus dugaan penistaan agama diduga dilakukan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Masuk ke substansi pernyataannya yang dianggap berpotensi makar, Fahri mengatakan bahwa ketika dia menyebut pemerintahan Jokowi bisa dijatuhkan, hal itu bersifat normatif tanpa substansi makar. Kata Fahri, cara-cara menjatuhkan sebuah pemerintahan itu memang sudah tertera dan diatur di UUD 1945.
"Ini negara demokrasi dan sah saja jika pemerintahan dijatuhkan kalau memang harus dilakukan. Indonesia bukan negara totaliter dimana menanyakan umur raja saja bisa kena pasal. Ini negara demokrasi bung, menjatuhkan presiden juga sudah diatur," kata dia.
Dilanjutkannya, aksi 4 November adalah murni gerakan massa dari ormas Islam dan elemen rakyat. Mereka marah dengan sikap pemerintah yang cenderung dianggap melindungi Gubernur Basuki. "Jadi tidak benar kalau kudeta. Selama TNI tidak sepakat, tak ada yang namanya kudeta."